PemkabOKU Selatan

PemkabOKU Selatan
Natal 2024 dan Tahun Baru 2025

Ratusan Aksi Masa Geruduk BPN Pangandaran, Kembalikan Tanah Tanjung Cemara Jadi Milik Desa

 


Pangandaran LHI

Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, digeruduk oleh ratusan masyarakat yang tergabung dalam Forum Peduli Desa Sukaresik (FPDS) untuk menyampaikan aspirasinya terkait kasus tanah Tanjung Cemara yang diduga di permainkan mafia tanah. Selasa, (23/7/2024).

Aksi tersebut dilakukan di dua tempat, yaitu di kantor BPN kabupaten Pangandaran dan  selanjutnya di depan kantor aula Desa Sukaresik.

Pantauan di lokasi aksi, sejumlah pendemo membawa poster tuntutan keadilan soal tanah tanjung Cemara, bahkan ada poster yang bertuliskan Kang Dedi Mulyadi   Nyuhunkeun Batosan Tanah Leluhur Kami Diserobot Mafia Tanah.

Koordinator Aksi Jemono, menegaskan bahwa tujuan aksi ini untuk mendukung prinsip keadilan terkait masalah kasus tanah Tanjung Cemara, karena tanah tersebut saat ini sudah bersertifikat, sementara jelas jelas tanah tersebut merupakan tanah pengangonan yang notabene milik pemerintah Sukaresik.

"Sementara tanah Tanjung Cemara yang berada diantara sungai dan laut, itu adalah tanah milik kas desa, atau biasa disebut tanah pengangonan, dan itu diperkuat oleh surat Bupati Ciamis, surat dari Kodam dan Gubernur Jawa Barat, selain itu juga diperkuat oleh surat keterangan tiga kepala desa saat itu.

Dijelaskan jemono, bahwa sesuai data hasil validasi BPN Kabupaten Pangandaran sejak tahun 2016 sampai dengan 2023 merujuk pada aplikasi Sentuh Tanahku, diketahui lokasi tanah tersebut berada di samping rencana Hotel Aston, hal ini sesuai dengan pernyataan penguasaan fisik tanah yang sekarang mengklaim pemilik lahan tanjung Cemara, yang dituangkan dalam akta Notaris no 91 tanggal 30 Maret 2023 di depan salah satu notaris.

"Kemudian pernyataan tersebut dicabut oleh yang bersangkutan dua hari setelah terbitnya sertifikat pada tanggal 13 April 2023 yang kemudian dilakukan pengukuran tanggal 8 Agustus 2023 dilokasi tanjung Cemara.



Maka kedatangan kami ke kantor BPN Kabupaten Pangandaran untuk menyampaikan pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah bisa lokasi obyek tanah bergeser sesuai keinginan dan atau permohonan pemilik sertifikat?
2. Apakah sebelum penertiban sertifikat dilakukan pengukuran atas obyek disamping hotel Aston?
3. Jikalau pernyataan penguasaan obyek dicabut, lantas kenapa sertifikatnya tidak ikut dicabut?
4. Jika sertifikat terbit tanggal 11April 2023, sementara pernyataan penguasaan obyek tanah dilakukan tanggal 13 April 2024, terus yang di jadikan landasan data fisik untuk proses penerbitan sertifikat, lokasi yang mana, jelasnya.

Diakhir Jemono mengatakan, pada pertemuan antara warga masyarakat Desa Sukaresik dengan pihak BPN Kabupaten Pangandaran mempertanyakan kejelasan status bidang tanah Tanjung Cemara sebagaimana tercantum pada materi auden dan juga kami warga desa Sukaresik memohon segala aktivitas dan kegiatan di tanjung Cemara dihentikan sebelum ada kepastian hukum terkait sengketa tanjung Cemara.

Selanjutnya terkait permasalahan tersebut, akan dilakukan pertemuan kembali atas pernyataan sikap warga desa Sukaresik dengan surat tertulis yang ditujukan kepada Kepala BPN kabupaten Pangandaran, pungkasnya.

Pada kesempatan berbeda, Camat Sidamulih Megi Parlumi mengapresiasi terhadap sikap warga yang sudah meninggalkan aktivitas sehari-harinya untuk memperjuangkan tanah yang merupakan tanah milik masyarakat desa Sukaresik.

Memang perjuangan ini belum berakhir sebelum tanah Tanjung Cemara kembali lagi menjadi milik desa Sukaresik, tegas Megi.

Dikatakan Megi, pada prinsipnya tanah tanjung Cemara tidak bisa dikuasai atau dimiliki oleh secara perorangan, karena sejatinya itu tanah milik kita semua, karena tanah itu merupakan tanah ulaya, atau tanah pengangonan.

"Apalagi kalau dengan cara cara yang tidak elegan atau melanggar aturan dan ketentuan, sehingga hari ini kita semua harus tereduksi bagaimana cara mendapatkan hak secara legal, dan bagaimana cara mendapatkan hak secara konstitusi dengan rasa keadilan, terangnya.

Megi berharap, semua itu tidak akan terjadi di daerah kita, tentang ketimpangan rasa keadilan dan pelanggaran hukum, apalagi terkait tanah karena itu merupakan hal yang prinsip dasar bagi kita semua.

Dijelaskan Megi apa yang terjadi di tanah tanjung Cemara, bahasa sederhananya bahwa ada lima sertifikat seluas kurang lebih lima hektar itu bergeser dari sebelah timur yang kita kenal sebelah hotel Aston ke sebelah barat yang kita kenal tanjung Cemara.

"Padahal sebenarnya tanah yang kita kenal tanjung Cemara adalah tanah desa Sukaresik, itu tanah milik warga masyarakat karena itu tanah hak kulah, artinya tidak boleh jadi tanah hak milik siapapun.

Ditegaskan Megi, tanah tanjung Cemara adalah tanah pengangonan, dan ini adalah tanah desa bukan tanah negara yang tidak bisa diredistribusi, maka alangkah naif kita berpikir orang luar desa Sukaresik dapat tanah disini, sementara orang pribumi jadi penonton, pungkasnya.(AS)**



Post a Comment

0 Comments