PemkabOKU Selatan

PemkabOKU Selatan
Natal 2024 dan Tahun Baru 2025

Sarah dan Eka Bertemu Lagi Pasca 19 Tahun Tsunami Pangandaran, Kisah Sang Bayi Selamat Kini Menuju Unpad

Bandung, LHI,- Suasana haru menyelimuti pertemuan Eka Santosa, mantan anggota DPR RI, dengan Sarah Tsunami, anak angkatnya yang selamat dari tragedi tsunami Pangandaran 2006. Pertemuan itu terjadi di Alam Santosa, Pasirimpun, Kabupaten Bandung, pada Rabu (10/9/2025).


Awalnya, momen mengharukan tersebut bermula dari panggilan video sehari sebelumnya. Saat itu, Eka menerima telepon dari Anda Suteja, mantan Kepala Dusun Golempang, Desa Parigi, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Anda lalu mengarahkan kamera ponselnya ke seorang gadis muda.


“Bapak masih ingat sama saya? Saya anak angkat bapak,” sapa gadis itu.


Eka sempat terdiam karena tak mengenali wajah sang gadis. Namun ketika mendengar namanya, Sarah Tsunami, ia langsung terisak haru. “Anak bapak, kumaha kabarna?” ucap Eka sambil menahan air mata.


Keesokan harinya, Sarah benar-benar datang ke Alam Santosa untuk bertemu langsung dengan Eka, yang ia anggap sebagai ayah angkatnya.


Kisah Selamatnya “Bayi Tsunami”

Sarah lahir pada 16 Juli 2006, sehari sebelum tsunami menghantam Pangandaran. Ibunya, Juarsih, yang tunanetra, melahirkannya secara sederhana di Dusun Golempang, Kecamatan Parigi.


Namun, baru 30 jam setelah kelahiran, rumah keluarga mereka dihantam gelombang tsunami setinggi 5–10 meter. Sarah terlepas dari gendongan ibunya dan sempat hilang terbawa arus. Tragedi ini menewaskan 668 orang, 65 hilang, dan ribuan lainnya luka-luka.


Beberapa jam setelah air surut, Kepala Dusun Anda Suteja membantu Juarsih mencari bayinya. Sarah ditemukan masih hidup di Puskesmas Parigi, dikenali dari tanda lahir di kakinya.


Kabar tersebut sampai ke telinga Eka Santosa, yang saat itu tengah meninjau lokasi sebagai anggota DPR RI. Melihat kondisi Sarah yang penuh pasir, Eka tergerak menolong. Atas persetujuan kedua orang tua Sarah, ia memberi nama bayi itu Sarah Tsunami.


Sejak itu, Eka kerap membantu perawatan Sarah, termasuk membawanya berobat ke Bandung. Meski kemudian keluarga Sarah memilih kembali ke Pangandaran, Eka tetap menjaga hubungan dan memfasilitasi kebutuhan Sarah lewat keluarganya yang tinggal di daerah tersebut.


Putus Kontak, Bertemu Lagi

Seiring waktu, komunikasi Eka dan Sarah terputus sejak 2018 karena pergantian nomor telepon serta pandemi COVID-19. Sarah tumbuh besar di Pangandaran, menamatkan sekolah hingga SMKN 2 Pangandaran jurusan Perhotelan dengan nilai memuaskan.


Namun, karena kondisi ekonomi keluarga yang serba terbatas, Sarah sempat pesimis bisa melanjutkan kuliah. Ayahnya kini berusia lebih dari 80 tahun, sementara ibunya bekerja sebagai tukang pijat dan berjualan sayur.

Kerinduan serta tekad untuk melanjutkan pendidikan membuat Sarah kembali mencari Eka. Setelah berhasil terhubung, ia menyampaikan cita-citanya untuk kuliah. Eka pun langsung bergerak.


Jalan Menuju Unpad

Eka menghubungi Prof. Dr. Sc.agr. Yudi Nurul Ihsan, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Padjadjaran. Ia juga berkonsultasi dengan guru BK SMKN 2 Pangandaran untuk memastikan potensi Sarah.


“Alhamdulillah, Sarah akan diterima di FPIK melalui jalur beasiswa. Terima kasih Unpad,” ungkap Eka dengan penuh syukur.

Rencananya, Sarah akan masuk pada tahun ajaran 2026–2027, dengan pilihan program studi Pariwisata Bahari di Sekolah Vokasi Unpad.


Bagi Eka, kisah hidup Sarah adalah tanda kebesaran Allah SWT. “Di balik selamatnya bayi 30 jam itu, pasti ada agenda besar untuk Pangandaran. Kita wajib memberi jalan untuk perjalanan Sarah Tsunami,” ujarnya.


Sementara itu, Sarah pun menegaskan cita-citanya. “Saya ingin menjadikan Pangandaran lebih dari Bali,” katanya penuh percaya diri. Berkali-kali kepada redaksi Sarah Tsunami mengatakan, potensi kepariwisataan dan bahari Kabupaten Pangandaran, belumlah tergali dengan baik. “Saatnya kita garap bersama dengan lebih profesional,” pungkasnya. (Eky)

Post a Comment

0 Comments