PemkabOKU Selatan

PemkabOKU Selatan
Natal 2024 dan Tahun Baru 2025

Kolaborasi UPI ITB UGM Kemitraan Strategis Dalam FGD RKI Menggali Parpol Dan Pendidikan Politik Melalui Pendekatan Sociotechnology Bersama H. Erwin Dan H. Oleh

Bandung, LHI - Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung menggelar FGD RKI (Riset Kolaborasi Indonesia) dengan mengusung tema diskusi Transformasi Model Reformasi dan Kandidasi Partai Politik Serta Edukasi Pemilih Untuk Modernisasi Politik di Indonesia Melalui Pendekatan Sociotechnology. Acara dihelat di Hotel Best Western Bandung, Kamis (10/7/2025).


Secara Keseluruhan SDGS (Sustainable Development Goals) terdapat 17 SDGS dan untuk pelaksanaan Riset Kolaborasi Indonesia (RKI) ini merupakan implementasi SDGS yang ke-16 dan SDGS ke-17.


SDGS 16: Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan Tangguh. Tujuan Riset Kolaborasi Indonesia ini adalah membangun lembaga yang efektif, akuntabel, dan inklusif terutama dalam ranah politik. 


SDGS 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan RKI mendorong kemitraan antara akademisi UPI sebagai ketua peneliti, dengan mitra penelitian UGM dan ITB untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dalam ranah politik.



UPI sebagai Ketua Peneliti FGD KRI

Prof. Karim Suryadi, M.Si. selaku ahli komunikasi politik UPI Bandung mengatakan kepada Lintas Pena Media Grup "Kita ingin menggali bagaimana cara partai politik melakukan transformasi khususnya dalam kaderisasi dan kandidasi. Jadi reformasi internal partai politik itu bagaimana cara melakukannya karena sekarang kan tuntutan manajemen partai itu sudah kuat yah karena berbagai lembaga bisa di percaya Masyarakat menjadi saluran komunikasi politik. Sehingga bagaimana caranya partai politik mempertahankan peran itu," paparnya.


Begitu pula dalam pendidikan politik kemudian sosialisasi politik, bagaimana cara partai politik menyeleksi kandidat dan memajukannya sekaligus memenangkannya, hal itu menjadi kajian dalam FGD Riset Kolaborasi Indonesia (RKI).


"Jadi kami ingin mendapatkan sebuah pola atau model syarat-syarat partai politik melakukan modernisasi partai yah secara internal. Khususnya dalam kandidasi, kaderisasi, dan penguatan demokrasi internal partai itu. Jadi itulah yang ingin kita kaji 3 aspek tersebut," cetusnya. 


Pertanyaan utamanya adalah bagaimana partai politik melakukan reformasi melalui penguatan Demokrasi internal, Baik melalui kaderisasi dan melalui kandidasi. 


Prof. Karim Suryadi mengungkapkan bahwa dalam kegiatan FGD RKI mengundang dua narasumber tokoh politik yang kebetulan sama-sama dari PKB, yakni hadir secara langsung Ketua DPC PKB Kota Bandung sekaligus Sebagai Wakil Wali Kota Bandung, Dr. H. Erwin, SE., M.Pd. dan hadir melalui zoom yaitu H. Oleh Soleh sebagai Anggota DPR RI fraksi PKB serta kemitraan peneliti Dr. Epin Saepudin, M.Pd. peneliti dari ITB dan Dr. Arie Sudjito, S.Sos., M.Si Peneliti dari UGM.


Selama diskusi berlangsung terdapat poin yang terungkap terutama akan pentingnya melakukan political Bounding. Bagaimana partai politik itu melakukan definisi ulang tentang mana partai politik yang tidak secara formal di definisikan sebagai persekutuan ideologi saja tetapi sekarang mereka mulai mendekatkan dengan masyarakat.


"Jadi tadi mencuat dalam diskusi bahwa politik di definisikan sebagai de politisasi partai politik artinya partai politik jangan terjebak pada batasan-batasan formal tetapi Partai politik harus menjadi bagian dari keseharian masyarakat," tutur Prof Karim.


Politik pun tidak lain adalah yang day to day political, artinya politik keseharian itu menjadi bagian dari pemikiran politik juga. Semisal bagaimana fluktuasi harga elpiji, fluktuasi harga beras. Itu harus menjadi perhatian partai politik dan elitnya, sehingga kesamaan pemikiran seperti itu maka akan adanya hubungan emosional ideologis antara pimpinan partai kader partai, elit partai dengan masyarakat. 


"Jadi itulah intinya bahwa kita mendorong terjadinya political bounding melalui pembaharuan cara-cara rekrutmen yang berbasis masyarakat dan pengalaman, kemudian keterlibatan masyarakat dan lain-lain," tandanya.


Diakui Prof Karim masih banyak tantangan dimana suka atau tidak suka selalu ada dan harus ada. Sacara pribadi beserta para peneliti yang terhimpun, ia mengajak kepada masyarakat untuk memperbaharui sistem politik dari dalam. Mereformasi partai politik dari dalam meskipun ada faktor luar yang mendorong reformasi partai politik, menurutnya hal tersebut biasanya menjadi langkah sangat efektif bila dilakukan dorongannya dari dalam. Ia mengibaratkan adanya kehendak untuk mengganti atau memperbaharui platform, memperbarui standar gagasan semisal kandidat yang mengusung akan menjadikan parpol tersebut lebih kuat.


"Artinya kita tidak berharap misalnya adanya konflik atau kecelakaan partai yah tetapi intinya bagaimana kita menyadarkan masyarakat bahwa partai politik akan berubah. Jika tujuannya dikehendaki oleh partai politik maka harus ada kesamaan pemikiran antara masyarakat elit partai," terangnya.


Bagaimana politik Indonesia hari ini? 

"Memang itu akan menjadi berbeda gambarannya karena realitas politik di Indonesia sekarangkan makin cair gitu yah, agak menjauh dari ideologi sebagai basis partai. Tetapi Partai berusaha mendefinisikan ideologi itu ke dalam tindakan-tindakan nyata di masyarakat. Hanya saja sekarang godaan populisme kemudian banalitas media sosial itu sangat menggoda yah," ucap tanggap Prof. Karim.


Sang profesor Karim menegaskan bahwa hal itu yang akan menentukan bagaimana masyarakat menilai performance politisi di tengah-tengah mereka.


Kasus-kasus korupsi di Indonesia yang kian hari semakin buas hingga tembus ratusan bahkan ribuan triliun memperburuk dan membuat anjlok kepercayaan masyarakat. Sementara itu para koruptor dijatuhi hukuman yang minim, baik masa tahanan maupun jumlah pengembalian uang kerugian negara dan tidak adanya transparansi uang yang disita itu arahnya dikemanakan. Padahal jelas bahwa uang pembangunan adalah hak milik rakyat Indonesia. 


"Fakta saat ini seperti itu, sorotan kita tadi yah bagaimana meningkatkan atau setidaknya mempertahankan kepercayaan masyarakat ditengah terpaan isu korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang menjadikan perbuatan melanggar hukum melanda elit. Tapi kesimpulan kita apapun yang dilakukan pertama jangan pernah membenci partai politik gitu yah, karena kita harus merubah partai politik dari dalam dengan cara memberikan tekanan agar keberadaan partai politik itu tidak berjarak dari masyarakat. Itu intinya yah," kata Prof. Karim.


Dalam keadaan seperti ini parpol jangan berjarak dari masyarakat, oleh karena itu maka peningkatan political bounding keterikatan partai politik ke satu pikiran partai politik dengan masyarakat itu menjadi tekanan kita. Karena kalau secara normatif, apakah di platformnya pada undang-undang sudah lengkap. Sebenarnya tinggal bagaimana implementasinya itu yang benar-benar dikawal oleh semua lapisan elemen masyarakat. Jadi masyarakat itu menjadi hakim, hal tersebut yang akan didorongnya.


Peneliti Politik dan Sosial UGM Dr. Arie Sudjito, S.Sos., M.Si.

Dinyatakannya bahwa FGD RKI sebagai bagian dari riset untuk memetakan kira-kira kapasitas partai politik selama ini dalam menjalankan roda organisasi investasi politik ketika  menyesuaikan agenda demokrasi itu bebannya seperti apa? 


faktanya memang sekarang kepercayaan masyarakat kepada partai politik merosot dan pasti punya dampak pada esensi nilai demokrasi. Dari FGD RKI ini sebagai upaya untuk melakukan pembenahan transformasi politik demokrasi melalui partai itu memang tidak mudah. 


"Faktanya dalam hal kaderisasi itu tidak jalan. Banyak sekali fakta tentang soal dinasti politik dan soal oligarki dimana mana partai mengalami itu. Kewajiban Partai harus memperbaiki itu," tutur Arie.


Arie menyampaikan kegiatan FGD RKI adalah sarana untuk menjaring gagasan, memetakan dan menjaring pengalaman yang positif maupun yang terhambat. Kesulitan-kesulitan yang dialami selama ini akan di olahnya dan ke depan akan menghasilkan model didalam kaderisasi politik, sehingga terjadinya transformasi itu seperti apa.


"Dari pengalaman teman-teman semua (para narasumber  dan informan) ini kita olah, disitu nanti kita mengawinkan model transformasi politik itu. Nah di Indonesia itu banyak partai politik yang tidak lebih dari seperti organisasi peserta pemilu. Jadi belum punya fungsi partai yang ideal tapi terus ada upaya-upaya untuk memperbaikinya kesana," imbuhnya.


Peneliti UGM Dr. Arie Sudjito memberikan tanggapan terkait banyaknya jumlah partai yang ikut seleksi dalam peserta pemilu. Hal tersebut ada aturannya, menurutnya tidak menjadi masalah pasalnya merupakan bagian dalam liberalisasi politik. Indonesia di era Presiden Soeharto hanya ada 3 parpol dan demokrasi tidak hidup, melainkan dalam perjalannya hanya dikendalikan oleh 1 parpol.


Ia tidak menampik bahwa tantangan Pemilu di era sekarang adalah aturan pemilu itu sendiri dan mentalitas penyelenggara pemilu kemudian peserta pemilu. Partai politik harus berbenah termasuk didalamnya. "Apabila orang punya komitmen pada peningkatan kwalitas demokrasi maka semua lini itu harus diperbaiki," cetusnya.


Maka saya katakan bahwa transformasi partai politik itu harus  ditandai oleh tumbuhnya perbaikan kaderisasi. Kaderisasi seperti apa? Ada yang soal ideologi, skill politik yah networking , manfaatkan jaringan yang ada tapi jangan lupa partai itu harus punya misi membangun bangsa ini.


Bukan sekedar hanya organisasi peserta pemilu dan mengakses APBN maupun APBD itu PR nya yah. Nah FGD ini menghasilkan peta itu dan merumuskan usulan-usulan akademisi yang strategis ke depan untuk memperbaiki hal itu.


Peneliti Sosial Teknologi ITB Dr. Epin Saepudin, M.Pd. 

Dr. Epin menyampaikan hal pertama dari kegiatan FGD RKI tersebut merupakan kolaborasi antar perguruan tinggi ITB, UPI, dan UGM sebagai kemitraan strategis. Hal keduanya dalam rangka merespon permasalahan kandidasi partai politik dan pendidikan politik.


"Jadi dengan adanya UPI, UGM, dan ITB, menjadi 3 core keilmuannya ini nyambung gitu. Terkait politiknya ada dari UGM, terkait pendidikannya ada dari UPI dan menyoal sosial tekhnologinya ada dari kami ITB. Sebetulnya sekarang tidak lagi mono disiplin tapi sudah lintas disiplin ilmu, untuk bagaimana melihat, mengkaji, dan menghasilkan diskusi dari persoalan hari ini," papar Dr. Epin.


Ia menyimpulkan yang menjadi inti dari FGD KRI tidak hanya dilihat dari sudut pandang saja dalam merespon permasalahan parpol dan pendidikan politik masyarakat akan tetapi terdapat 3  sudut pandang lain yang saling menopang dan dirinya meyakini dapat memberikan manfaat besar bagi para partai politik maupun masyarakat pemilih.


Maraknya korupsi di Indonesia dipandangnya hal tersebut  melanggengkan disc class publik khususnya terhadap oknum-oknum atau koruptor. Pada akhirnya berdampak pula, publik menjadi tidak percaya atau berkurang tingkat kepercayaannya terhadap partai-partai politik.


"Inilah yang bahayanya, walaupun sebetulnya parpol itu penting jadi yang problem itu bukan partainya tapi oknum yang ada di partai tersebut. Nah kita ingin mengembalikan bahwa walau bagaimanapun yah berpolitik itu perlu karena semuanya terlahir dari kebijakan proses politik. Cuman kadang kala itu dikotori oleh oknum-oknum tadi," cetusnya.


Ketika permasalahan korupsi ini tidak segera dibereskan maka kepercayaan publik menurun pada akhirnya publik antipati terhadap politik dan bahayanya menganggap bahwa politik itu jelek. 


"Padahal semuanya terlahir dari politik. Saya meyakini bahwa itu adalah seni untuk kemaslahatan umat," papar Epin.


Ketua DPC PKB Kota Bandung dan Wakil Wali Kota Bandung, Dr. H. Erwin, SE., M.Pd.

"Intinya saya berharap dengan diadakannya FGD ini akan menghasilkan yang bisa dipakai oleh masyarakat khususnya di Kota Bandung. Bagaimana FGD KRI ini betul-betul menyeimbangkan trans sosiologi, menggabungkan politik dengan teknologi digital. Sehingga masyarakat bisa mendapat manfaat positif dalam mengkolaborasikan, mensinergikan dan menerima informasi yang bukan hoax sekaligus turut serta menginformasikannya kembali. Tetapi tidak melepaskan dari aspek sosial dan budayanya," harap H. Erwin.


H. Erwin Politisi sukses yang menahkodai DPC PKB Kota Bandung 15 tahun berjalan. Beliau berhasil membuktikan dari nol merintis PKB di DPRD Kota Bandung hingga memiliki 5 kursi. Dirinya sukses berkarier di politik, kendaraan Parpol PKB telah menghantarkannya menjadi Wakil Wali Kota Bandung periode 2025-2030. 


"Saya meniatkan diri berkiprah di politik atas dasar ibadah untuk memperbaiki kemaslahatan umat didunia dan keselamatan umat di akhirat. Semuanya butuh proses dan tidak instan, semuanya saya lalui dengan penuh kehati-hatian dan saya memiliki target besar selanjutnya. Hal ini harus dikuatkan oleh diri kita bersama internal partai termasuk memanfaatkan jejaring media sosial dengan kerja politik nyata tentunya," kata H. Erwin.


Lebih luasnya H. Erwin berharap kepada para rektor, para rektor, para peneliti dari UPI, UGM , dan ITB untuk bisa merekomendasikan kira-kira apa saja dari hasil FGD yang bisa dipakai sebagai acuan khususunya buat Pemerintah Kota Bandung dan umumnya untuk Pemerintahan Indonesia. "Jadi dari hasil FGD RKI ini ada yang bisa bermanfaat besar untuk di implementasikan," pungkasnya. (Eky AS)

Post a Comment

0 Comments