PemkabOKU Selatan

PemkabOKU Selatan
Idhul Adha 1445 H

Tedy Yusnanda N: "Soroti Solusi Defisit APBD Pangandaran dari Dua Paslon Bupati: Utang atau Tanpa Utang?"

 



Pangandaran LHI

Persoalan defisit anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Pangandaran terus menjadi sorotan, terutama menjelang Pilkada Pangandaran 2024. Dua pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati menawarkan pendekatan yang berbeda untuk mengatasi defisit ini: Paslon 01, Citra Pitriyami-Ino Darsono, mengusulkan pengajuan utang baru, sementara Paslon 02, Ujang Endin-Dadang Solihat, menolak opsi utang dan memilih strategi lain. Minggu, 3 November 2024.

Tedi Yusnanda N., seorang pegiat dari Sarasa Institute, memberikan pandangannya mengenai solusi yang ditawarkan kedua paslon tersebut. Menurutnya, kedua paslon memiliki prinsip dan alasan mendasar, namun pilihan strategi yang mereka usung perlu mempertimbangkan rekam jejak serta aspirasi masyarakat yang selama ini menolak keras utang baru.

Pro dan Kontra Pengajuan Utang Baru

Paslon 01, yang didukung oleh bupati sebelumnya, berpendapat bahwa pinjaman baru bisa menjadi jalan keluar cepat bagi defisit yang terus memburuk. Strategi ini bertujuan untuk segera menutupi kebutuhan fiskal mendesak dan memberikan ruang bagi kebijakan lanjutan di masa mendatang. Sebelumnya, bupati yang masih menjabat bahkan telah menyiapkan dokumen yang dikenal sebagai “portofolio” di akhir masa jabatannya untuk mendukung pengajuan utang tersebut. Namun, dokumen ini mendapat penolakan signifikan dari masyarakat Pangandaran.

Menurut Tedi, penolakan masyarakat ini menjadi tanda penting bahwa langkah pengajuan utang tidak sejalan dengan keinginan mayoritas warga. “Demonstrasi besar-besaran hingga kericuhan di depan DPRD serta surat penolakan yang dikirimkan ke kementerian terkait menunjukkan ketidakpercayaan publik terhadap opsi utang ini. Ini bukan hanya penolakan terhadap utang, tetapi juga terhadap tata kelola keuangan yang tidak transparan,” ungkap Tedi.

Respons Kuat Masyarakat dan Efeknya terhadap Kebijakan

Penolakan terhadap pengajuan utang sebelumnya tidak hanya terjadi melalui aksi demonstrasi, namun juga melalui surat resmi yang disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, dan Kementerian Keuangan. Surat-surat ini menjadi bentuk protes formal dari masyarakat yang diwakili oleh Presidium Pangandaran, sebuah elemen yang memiliki sejarah panjang dalam perjuangan pemekaran Kabupaten Pangandaran, dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti H. Supratman dan dr. Erwin M. Thamrin.

Hingga saat ini, dokumen portofolio tersebut belum mendapatkan rekomendasi dari pemerintah pusat, yang menurut Tedi bisa dianggap sebagai sebuah keberhasilan dari pihak masyarakat. “Kegigihan masyarakat melalui Presidium Pangandaran yang berperan aktif dalam pemekaran kabupaten menunjukkan bahwa rakyat memiliki suara kuat dalam menentukan arah kebijakan, dan ini menjadi peringatan bagi pemimpin masa depan untuk lebih memperhatikan aspirasi masyarakat,” tambah Tedi.

Tedi juga menggarisbawahi hasil audit BPK yang mengungkap adanya tata kelola keuangan yang tidak optimal, bahkan cenderung sembarangan. Menurutnya, hasil audit ini memperkuat alasan mengapa masyarakat bersikap tegas menolak utang. “Audit BPK menyoroti tata kelola yang serampangan, dan ini semakin membuka mata publik terhadap urgensi tata kelola yang lebih hati-hati. Siapa pun yang terpilih harus merespons tuntutan masyarakat untuk transparansi dan akuntabilitas,” ucapnya.

Pilihan Paslon 02 untuk Tanpa Utang, Apakah Lebih Realistis?

Di sisi lain, Paslon 02 yang diwakili oleh Ujang Endin-Dadang Solihat menawarkan solusi alternatif dengan menolak opsi utang. Mereka berkomitmen untuk menyelesaikan defisit melalui efisiensi anggaran, optimalisasi potensi lokal yang belum tergali, dan memanfaatkan bantuan dari pemerintah pusat tanpa perlu menambah beban utang daerah. Paslon ini percaya bahwa melalui sinergisitas program-program pembangunan yang selaras dengan pemerintah pusat, defisit dapat diatasi secara bertahap tanpa risiko bunga pinjaman.

Tedi menilai pendekatan ini sebagai langkah yang lebih hati-hati dan mungkin lebih sesuai dengan aspirasi masyarakat. “Paslon 02 jelas ingin mendekati masalah ini dengan lebih konservatif, memanfaatkan potensi lokal dan menghindari tambahan beban utang. Jika dilakukan dengan cermat, ini bisa menjadi solusi jangka panjang yang lebih berkelanjutan,” jelas Tedi.

Defisit sebagai Tolok Ukur Keberpihakan Pemimpin pada Aspirasi Rakyat

Tedi juga menegaskan bahwa dalam Pilkada saat ini, isu defisit telah menjadi tolok ukur bagi masyarakat untuk menilai keberpihakan calon pemimpin. Menurutnya, pemimpin yang terpilih nantinya akan diuji bukan hanya pada kemampuannya mengatasi masalah defisit, tetapi juga dalam mengikuti denyut nadi keinginan masyarakat Pangandaran yang sudah tegas menolak utang.

“Pada akhirnya, masyarakat ingin pemimpin yang tidak hanya mampu menyelesaikan masalah ekonomi, tetapi juga yang mampu mendengarkan mereka. Pilkada kali ini bukan sekadar kontestasi visi, tetapi juga ujian bagi para calon untuk benar-benar memahami dan mengikuti aspirasi masyarakat,” kata Tedi.

Dengan posisi masyarakat yang kuat dalam menolak utang baru dan hasil audit BPK yang membuka ketidaksempurnaan tata kelola sebelumnya, Tedi berharap bahwa pemimpin terpilih akan mengambil keputusan berdasarkan data dan bukti yang akurat, bukan sekadar meneruskan kebijakan yang kurang tepat.

Tedi berharap siapa pun yang terpilih nantinya bisa mengelola APBD dengan bijaksana dan mengedepankan aspirasi serta kepentingan masyarakat yang sudah menunjukkan sikap tegasnya.(AS)

 

 

Post a Comment

0 Comments