Pangandaran LHI
Pegiat SARASA Pangandaran Tedi Yusnanda N, menyuarakan keprihatinannya terkait persoalan tenaga honorer di sejumlah dinas Pemerintahan Kabupaten Pangandaran yang berbulan-bulan tidak menerima honor.
"Menurut hasil investigasi SARASA, terdapat 12 tenaga honorer di salah satu dinas yang belum mendapatkan haknya selama rata-rata tujuh bulan, dengan honor yang bervariasi antara Rp 1,4 juta hingga Rp 1,8 juta per bulan. “ujarnya kepada LHI hari Selasa (8/102024)
Tedi menyatakan, kondisi ini sangat memprihatinkan dan mendesak Pjs Bupati Pangandaran, Benny Bachtiar, untuk segera menyelesaikan persoalan ini secara gamblang dan transparan. "Ini masalah serius yang harus segera dituntaskan, kami berharap Bapak Benny Bachtiar dapat memberikan solusi yang nyata bagi para honorer ini dan memastikan bahwa mereka mendapatkan hak yang seharusnya mereka terima," ujar Tedi.
Lebih lanjut, Tedi menekankan agar masalah ini tidak dipolitisir, mengingat situasi politik saat ini yang tengah dipanaskan oleh Pilkada serentak. "Jangan sampai persoalan honor yang tertunda ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik. Ini murni masalah hak yang harus diselesaikan tanpa campur tangan politik," imbuhnya.
SARASA juga mendesak agar proses rekrutmen tenaga honorer di Pangandaran dievaluasi secara menyeluruh, mulai dari tahapan seleksi hingga keberadaan tenaga honorer tersebut di berbagai dinas.
Tedi mengungkapkan, pihaknya menduga adanya oknum-oknum yang memanfaatkan proses rekrutmen dengan meminta sejumlah biaya dari calon tenaga honorer."Kami menduga ada oknum yang melakukan pungutan dalam proses rekrutmen tenaga honorer ini. Jika terbukti, tindakan ini harus diproses secara hukum. Pengangkatan tenaga honorer harus berdasarkan kebutuhan riil, bukan karena transaksi atau kepentingan tertentu," tegasnya.
Menurut Tedi, evaluasi juga perlu dilakukan untuk memastikan bahwa rekrutmen tenaga honorer dilaksanakan sesuai dengan analisis kebutuhan tenaga kerja yang valid. Ia khawatir jika rekrutmen dilakukan secara serampangan tanpa perhitungan matang, tenaga honorer yang diangkat justru tidak sesuai dengan kebutuhan dinas-dinas terkait, terangnya.
Dengan kondisi ini, Sarasa Pangandaran berharap agar pemerintah daerah lebih transparan dalam mengelola tenaga honorer, baik dalam hal rekrutmen maupun pemenuhan hak-hak mereka.
Tedi menegaskan bahwa penyelesaian persoalan ini bukan hanya soal honor yang tertunda, melainkan juga upaya untuk menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah."Saat ini, yang kami butuhkan adalah tindakan nyata. Para honorer telah menunggu terlalu lama, dan ini adalah waktu yang tepat bagi pemerintah untuk membuktikan komitmen mereka terhadap kesejahteraan tenaga honorer," tutup Tedi. (AS)**
0 Comments