PemkabOKU Selatan

PemkabOKU Selatan
Idhul Adha 1445 H

Dampak Trauma pada Anak-anak dan Perempuan di Rempang, IMA Meminta Aparat dan Pemerintah Patuhi Undang-undang



Batam - LHI

Ketua Inisiasi Masyarakat Adat (IMA), Nukila Evanty menyampaikan dari hasil research kunjungan ke pulau Rempang, kepulauan Riau terkait realitas kehidupan dan keinginan masyarakat khususnya perempuan dan anak-anak yang terdampak paling parah atas peristiwa relokasi yang dijanjikan pemerintah kota Batam. Menurutnya, mayoritas masyarakat atau hampir 98% tidak menginginkan di Relokasi.

"  Masyarakat terluka karena tanah Rempang adalah asal nenek moyangnya. Keadaan ini telah menimbulkan kecemasan yang tak terlupakan, terutama karena pemerintah dan pengusaha tidak bersedia berbicara dengan jujur. Petugas terus menawarkan relokasi, rumah pengganti yang selalu mengandung ketidakpastian," kata Nukila, Sabtu (30/9/2023) di Rempang, Batam.

Masyarakat juga mengungkapkan, dalam notulensi nota kesepahaman, wilayah perkampungan tua di Pulau Rempang sepertinya telah dikecualikan dari rencana pengembangan. Namun,  segalanya berubah,  tim terpadu yang misterius tiba-tiba muncul, memaksa relokasi, dan menggusur kampung adat mereka. Air mata gas menyengat, dan rakyat Rempang terpaksa berdiri untuk melindungi tanah dan hak mereka.

" Ada beberapa tokoh masyarakat yang kami wawancarai terkait peristiwa kemarin seperti Frangky dan Sani dari persatuan orang Melayu, " ujar Nukila yang juga menyebutkan salah seorang perempuan bernama Maisyarah yang berteriak memohon agar gas air mata dihentikan terutama karena sekolah mereka SMP Negeri 22 berada dalam radius bahaya.  Kala itu Maisyarah sempat terluka dan keadaan ini telah menimbulkan kecemasan yang tak terlupakan.

Berbicara tentang ketidakjelasan relokasi yang selalu dijanjikan oleh Pemerintah Kota Batam, mereka merasa seperti roh terlunta-lunta di tengah badan hidup mereka. Salah seorang Balita bernama Farel, dengan tegas menolak relokasi.  Baginya, hanya sekolah di Rempang yang ia inginkan.

Salah satu korban gas air mata yang diduga ditembakkan petugas, Algifari Hermawan yang biasa dipanggil Al (8) bulan,  menjadi viral pada saat  bentrokan pada tanggal 9 September 2023 lalu. Ibunya Al mengungkapkan bahwa kakak Al, Dita, sekarang trauma terhadap asap.

Pengakuan juga disampaikan Siti Hawa dan Ibu Mera yang tinggal di kampung Sembulang Rempang. Kedua perempuan tua ini mengisahkan bagaimana hidup mereka berubah menjadi ketakutan, selalu was-was, takut akan pengusiran dari tanah kelahiran mereka.

Atas peristiwa dan kunjungan selama tiga hari selama di Pulau Rempang,  dirinya mengingatkan aparat untuk tidak memaksa dan menggunakan  kekerasan.  Anak dilindungi Undang-Undang  (UU) No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

"Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaraan, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum," katanya.

Sehingga ada jerat hukum bagi pelaku kekerasan anak. Mengingat juga ada Peraturan Presiden  No  18 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (P3AKS) telah mengamanatkan bahwa perlindungan perempuan dan anak adalah upaya pencegahan dan penanganan dari segala bentuk tindak kekerasan dan pelanggaran hak asasi perempuan dan anak serta memberikan layanan kebutuhan dasar dan spesifik perempuan dan anak dalam penanganan konflik, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan penanganan konflik.

Dia juga mengingatkan aparat bahwa ada Undang-undang nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) ; Undang - undang nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam atau tidak Manusiawi (CAT) serta deklarasi Internasional tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, serta kebijakan-kebijakan lainnya tentang hak asasi manusia sehingga harus dicegah kekerasan terhadap perempuan.

Dirinya juga meminta kementrian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, Komnas Perempuan, komisi perlindungan anak Indonesia (KPAI ) untuk aktif menyediakan layanan kesehatan mental, psikososial, layanam kesehatan lainnya bagi anak-anak dan perempuan di Rempang .Karena banyak yang mengalami kecemasan berlebihan, trauma, depresi, ketakutan yang harus  dipulihkan  sesegera mungkin.

"Perempuan dalam kondisi konflik tanah dan pemaksaan relokasi akan  berpotensi berhadapan secara fisik dengan aparat keamanan/tim terpadu  atau pihak pengusaha. Perempuan akan  berpotensi menjadi target kekerasan, seperti kekerasan dan penangkapan yang kerap terjadi serta dapat menimbulkan trauma," tutupnya.(SB)

 

 

Post a Comment

0 Comments