Meranti LHI
Rombongan yang terdiri dari 5 orang guru di Kepulauan Meranti ini rela
pertaruhkan keselamatannya untuk memberi ilmu pada murid-muridnya.Bagaimana
tidak, sejak pagi hari mereka para guru pegawai negeri dan honorer daerah ini
harus berjibaku menembus derasnya arus sungai dengan menggunakan perahu mungil
yang bermesin dan menahan dinginnya udara pagi yang menusuk kulit.Aktivitas
membahayakan menyeberangi sungai berarus deras sudah dilakukan sudah beberapa
tahun lalu.
Setelah
mengarungi sungai Suir yang panjang, perahu kecil yang dikemudikan oleh kepala
sekolah itu sendiri kembali menyusuri anak sungai yang bernama Batang Buah,
hambatan tidak sampai disitu, terkadang mereka harus menunggu air permukaan
sungai naik, karena jika tidak perahu mereka akan sangkut karena dangkalnya
dasar sungai.
Hambatan
perjalanan menuju sekolah tempat mendidik anak anak suku Akit tidak sampai
disitu, setelah menyusuri sungai yang ditempuh selama 1 jam perjalanan panjang
sejauh 20 KM panjangnya membelah hutan mangrove. Jalan yang dilalui pun
becek dan berlumpur membenamkan hingga di atas mata kaki.
Agar bisa
melewati jalan tersebut, mereka juga harus melepas sepatu dan menyingsingkan
celana mereka hingga ke lutut.
Sekolah
Dasar Negeri 10 Lukun yang terletak di Dusun Keridi Desa Batin Suir, Kecamatan
Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti ini hanya bisa dilalui jalur
sungai, ini merupakan sekolah satu satunya yang ada di desa tersebut.
Tak
jarang mereka sering jatuh, dan saat hari pasang laut naik membanjiri jalan
tanah tersebut, mereka juga harus mengarungi air. Mereka juga harus berpacu
dengan waktu agar tidak terlambat sampai ke sekolah.
Lismayani
merupakan salah satu potret guru sekolah dasar yang bertugas di desa
terpencil tersebut.Setiap hari dia menempuh jalan sepanjang puluhan kilo meter
dengan berjalan kaki di jalan tanah yang berlumpur.
Walaupun
honornya hanya tidak seberapa setiap bulannya, namun ia iklhas menjalaninya."Kalau
dipikir-pikir dan dihitung gaji segitu tidak cukup dengan jarak tempuh sekolah
yang sangat jauh ini. Namun apalah daya karena saya mengemban tanggung jawab
untuk mencerdaskan generasi bangsa dan ikhlas menjalani ini semua,” katanya.
Tak
jarang Sulis, panggilan akrabnya saling bercanda untuk menghilangkan lelah,
sesekali mereka berpegangan tangan satu sama lain agar tidak tergelincir akibat
jalan licin dan tidak tercebur kedalam sungai ketika melalui jembatan yang
rapuh dan berlobang."Walaupun sangat hati-hati yang namanya malang tak
akan berbau. Kami sering kali terjatuh, walaupun terasa sekali sakitnya, dan
itu sudah biasa kami hadapi," ungkapnya.
Bagi
Sulis, ketika ia dan guru lainnya tiba di sekolah, mereka disambut hangat para
siswanya. Hal itulah yang sebenarnya yang menjadi pengobat lelah."Sambutan
hangat para siswa dengan penuh keriangan seakan menjadi pengobat lelah
kami," pungkasnya.(RAMLI
ISHAK)
0 Comments