Meranti
LHI.
Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepulauan
Meranti menggelar hearing bersama Dinas Perhubungan Kepulauan Meranti dan
perusahaan jasa penyebrangan di Kepulauan Meranti dalam hal ini Speed Boat Naga
Line dan Meranti Express selasa (25/2/2020) siang.
Ketua Komisi II DPRD Kepulauan
Meranti, Muzamil Baharudin saat ditemui di ruangannya mengatakan hearing
dilaksankan untuk menindaklanjuti keluhan masyarakat terkait besarnya pungutan
yang diambil kepada penumpang khususnya masyarakat Kepulauan Meranti yang ingin
ke Pekanbaru Ibukota Provinsi Riau melalui Tanjung Buton, Kabupaten Siak.
Muzamil mengatakan ini merupakan
dampak dari ambruknya Pelabuhan Tanjung Buton milik pemerintah yang terjadi
sejak september 2019.
Sejak pelabuhan tersebut tidak bisa digunakan,
maka kapal yang melintas harus menggunakan pelabuhan rakyat yang berada tidak
jauh dari pelabuhan yang ambruk tersebut.
“Ini memang keluhan masyarakat kita
kepulauan meranti, dimana untuk porter biayanya Rp. 10 ribu, untuk barang
melalui bagasi sebesar Rp. 10 ribu per barang dan pas masuk Rp. 5 ribu per
orang,” ujar Muzamil.
` Menurut dinas
perhubungan kepulauan meranti, Muzamil mengatakan wakil bupati kepulauan
meranti, drs h. Said hasyim juga sudah sempat menyurati gubernur dan polda riau
terkait hal ini, mengingat sudah memberatkan masyarakat.
“Ini menurut
mereka (pelabuhan rakyat) sudah disepakati oleh RT RW masyarakat kepala desa Setempat.
Dan mereka menganggap ini bukan pungli seperti yang pernah disurati Wakil
Bupati, sampai sekarang negosiasinya belum bisa mendapat titik terang terkait
hal ini. Selagi kita masih menggunakan pelabuhan itu mereka tidak akan
bergeming dan kita juga tidak punya pilihan,” ujar Muzamil.
Alternatif lainnya juga sudah sempat
dilakukan, dimana menggunakan pelabuhan tanjung pal dan sungai rawa sebagai
alternatif. “Kedua
infrastruktur disana tidak memenuhi syarat, jalan di Sungai Rawa tidak bisa
dilalui oleh bus, sedangkan Pelabuhan Tanjung Pal berbahaya untuk sandar kapal.
Karena walau bagaimanapun orientasi kita tetap keselamatan kapal dan penumpang,”
ujar Muzamil.
Tidak hanya memberatkan penumpang,
pihak perusahaan pelayaran juga dibuat pusing. Dimana setiap kapal yang merapat
di pelabuhan dikenakan biaya Rp. 100 ribu untuk sekali singgah dan Rp. 10 ribu
untuk parkir bus, jika dikalikan perbulannya mencapai Rp. 7 juta.
Sebelumnya pihak perusahaan kapal juga
sempat memberikan opsi kepada pihak pelabuhan rakyat di Tanjung Buton dengan
memberikan biaya sebesar Rp. 3 juta, namun hal ini ditolak oleh pihak pengelola
pelabuhan dan masyarakat. “Pihak
pengusaha kapal sudah bersedia membayar Rp. 3 juta perbulan dan menambah
gerobak kepada masyarakat tapi ditolak,” ujar Muzamil.
` Muzamil
mengatakan saat ini pihaknya akan menyampaikan hasil hearing kepada pimpinan
DPRD Kepulauan Meranti untuk ditentukan langkah selanjutnya terkait persoalan
ini.“Ya, nanti kita akan sampaikan kepada pimpinan DPRD dulu bagaimana tindak
lanjut yang harus kita lakukan, yang pasti kita sudah mendengar dari berbagai
pihak. Kita tetap mencari alternatif lain, karena ini masalahnya tidak berada
di wilayah hukum kita namun memberatkan warga kita,” ujar Muzamil.
Pihak Dishub juga dikatakan Muzamil
mengatakan bahwa saat ini pelabuhan milik pemerintah yang ada di Tanjung Buton
saat ini tengah masa lelang untuk dilakukan rehabilitasi.“Dari informasi saat
ini tengah dilakukan rehab, penyelesaiannya kemungkinan sebelum lebaran sudah
selesai dan sudah bisa digunakan,” pungkas Muzamil. (HUMAS DPRD MERANTI/RAMLI ISHAK/)***
0 Comments