Rokan
Hilir-LHI
Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rokan Hilir (Rohil) mengingatkan calon kepala daerah
petahana untuk tidak merombak jabatan atau mutasi aparatur sipil negara (ASN),
terhitung mulai 8 Januari 2020.
Kordiv Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga yang juga
Ketua Bawaslu Kabupaten Rokan Hilir Syahyuri, S. HI mengatakan, jika dilanggar,
maka yang bersangkutan akan didiskualifikasi dari pencalonannya.
Terkait hal itu, Bawaslu Rohil telah melayangkan surat
kepada Bupati Rohil dengan Nomor: 001/RI-08/PM.00.00/I/2020, tertanggal 06
Januari 2020, perihal Himbauan kepada calon petahana yang maju pada Pilkada
2020, agar tidak merombak jabatan atau melantik pejabat di pemkab setempat.”Larangan
melantik ASN itu mulai berlaku sejak enam bulan sebelum penetapan calon atau
terhitung mulai 8 Januari 2020 nanti,” kata Yuri.
Hal ini juga sesuai surat edaran yang dikirimkan oleh
Bawaslu RI Nomor: SS-2012/K.BAWASLU/PM.00.00/12/2019, kepada Bawaslu provinsi
dan kabupaten/kota yang melakukan pilkada serentak 2020. dan surat Bawaslu Riau
Nomor : 001/RI/PM.01.00/01/2020.
Larangan melakukan mutasi atau rotasi ASN menjelang
pilkada tersebut juga tertuang dalam UU Nomor 10/2016 tentang Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan
Wakil Wali Kota.
”Aturan itu bisa saja tetap dilakukan jika disertai
persetujuan khusus dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Untuk itu, jika
melanggar maka akan dikenakan sanksi tegas yakni diskualifikasi dari
pencalonannya,” tandasnya.
”Terkecuali jika memang ada surat tertulis dari
Kemendagri. Maka baru bisa melakukan pelantikan. Namun yang jelas, kita tetap
mengingatkan untuk tidak melantik pejabat mulai 8 Januari 2020,” tegasnya.
Kita minta kehati – hatian bagi calon petahana yang
berniat maju mencalonkan kembali sebagai Gubernur, Bupati atau Walikota di
Pilkada tahun 2020. Ada larangan keras melakukan mutasi jabatan dalam kurun
waktu yang ditentukan dalam undang-undang pilkada.
Dalam ketentuan UU 10 TAHUN 2016 Pasal 71
(2) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota
atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan
sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan
kecuali mendapatpersetujuan tertulis dari Menteri.
Jika merujuk pada ketentuan diatas, maka berdasarkan
peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 16 tahun 2019 perubahan atas peraturan
Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 tahun 2019 Tentang Tahapan, Program, dan Jadwal
Penyelenggaraan Pemilian Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati
Dan/Atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2020, penetapan pasangan calon jatuh
di tanggal 8 Juli 2020. Jika kemudian ditarik enam bulan sebelum penetapan
adalah tanggal 8 januari 2020.
Mutasi jabatan yang dimaksud adalah jabatan
sebagaimana dimaksud dalam perundang-undangan dalam administrasi pemerintahan
yang berlaku.
Dalam ketentuan berikutnya, ayat (3) Gubernur
atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota
dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah
lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai
dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Tidak saja
dilarang melakukan mutasi jabatan, akan tetapi terutama petahana yang
mencalonkan kembali sebagai kepala daerah juga dilarang membuat kebijakan
program yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Menyikapi ketentuan diatas, ada hal krusial yang bisa
dilakukan oleh penyelenggara pemiihan dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Provinsi/Kabupaten/kota yang menyelenggarakan pemilihan untuk mengingatkan
kepada petahana yang berniat mencalonkan kembali atas ketentuan larangan pasal
diatas.
Bagi jajaran pengawasa pemilihan, disarankan melakukan
pencegahan dengan cara mengirim surat himbauan atas ketentuan larangan mutasi
jabatan tersebut kepada Gubernur, Bupati atau Walikota yang berniat mencalonkan
kembali
Sebab ada konsekuensi besar jika larangan dalam
ketentuan diatas dilanggar, hal ini dijelaskan di
ayat (5) yaitu Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati
atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai
sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Semoga ini
menjadi perhatian para pihak terutama calon kontestan , penyelenggara pilkada
serentak tahun 2020. Ujar Syahyuri.(SB)*
0 Comments