PemkabOKU Selatan

PemkabOKU Selatan
Natal 2024 dan Tahun Baru 2025

Insan Pers Bekasi Protes Keras Gubernur Jabar KDM Rendahkan Wartawan "Media Adalah Corong Bagi Masyarakat"

Bekasi, LHI - Ratusan insan pers dari Kabupaten dan Kota Bekasi berkumpul pada Kamis, 3 Juli 2025, bukan untuk merayakan atau berdiskusi ringan, melainkan untuk menyuarakan protes keras terhadap Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM). Pernyataan KDM yang secara terang-terangan mengajak masyarakat untuk tidak bekerja sama dengan media telah menyulut amarah dan kekecewaan di kalangan jurnalis. Statemen ini, yang kini viral di media sosial, bukan hanya melukai perasaan, tetapi juga mempertaruhkan masa depan kebebasan pers dan pilar demokrasi di Jawa Barat.


Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) perwakilan Kabupaten Bekasi, Doni Ardon, dengan tegas menyatakan, "Media adalah corong bagi masyarakat." Ia menekankan perbedaan fundamental antara produk jurnalistik profesional yang memiliki pertanggungjawaban dengan konten media sosial pribadi. Pernyataan seorang kepala daerah seperti KDM yang justru menyarankan masyarakat untuk mempublikasikan kegiatan di platform media sosial seperti Facebook, TikTok, YouTube, dan Instagram, dianggap sangat menyakitkan dan tidak mencerminkan jiwa kepemimpinan. "Statemennya tidak mencerminkan sosok seorang pemimpin dan tanpa nurani telah menyakiti perasaan insan pers," ungkap Doni Ardon dengan nada kecewa.


Alasan efisiensi anggaran yang mungkin menjadi dalih KDM tidak dapat diterima jika harus mengorbankan peran vital pers. Lebih parah lagi, saran untuk beralih ke media sosial pribadi menunjukkan ketidakpahaman KDM terhadap esensi jurnalisme dan fungsinya dalam masyarakat yang demokratis. Ini bukan hanya masalah anggaran, tetapi juga masalah pengabaian terhadap profesionalisme, akuntabilitas, dan etika jurnalistik yang tidak dapat digantikan oleh platform media sosial.


Senada dengan itu, Ketua PWI Bekasi Raya, Ade Muksin, menilai bahwa pernyataan KDM telah secara telak menyepelekan peran media profesional. "Ini harus kita hadapi dengan kepala dingin, namun pikiran yang tajam," ujarnya, menyerukan persatuan dan profesionalisme. Ia menegaskan bahwa reaksi insan pers bukan karena "baper" atau perasaan semata, melainkan untuk menjaga marwah profesi jurnalis agar tidak dipermainkan oleh narasi yang menyesatkan publik. "Dan hari ini, kita berkumpul bukan karena amarah, tapi karena panggilan moral," tegas Ade Muksin, menyoroti urgensi situasi ini.


Pernyataan KDM bukan hanya persoalan lokal Bekasi Raya, tetapi juga alarm bagi seluruh insan pers di Indonesia. Ketua Aliansi Wartawan Indonesia Bangkit Bersama (AWIBB) Jawa Barat, Raja Tua, mengingatkan bahwa aksi protes ini lahir dari niat luhur untuk mempertahankan kehormatan profesi wartawan. "Kami ingin menegaskan bahwa media bukan musuh negara, tapi mitra bangsa," ungkapnya, menggarisbawahi peran konstruktif pers dalam pembangunan bangsa.


Pertemuan di Saung Jajaka dihadiri oleh berbagai organisasi pers terkemuka, seperti SMSI Kabupaten Bekasi, PWI Bekasi Raya, AWIBB Jawa Barat, Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia (AWPI) Kabupaten Bekasi, Perkumpulan Pemimpin Redaksi Independen (PPRI) cabang Kabupaten Bekasi, Aliansi Wartawan Indonesia (AWI) Kabupaten Bekasi, Komunitas Sosial Media Indonesia (KOSMI), Forum Hari Ini (FHI), serta para direktur, pemimpin redaksi, dan ratusan wartawan di Bekasi Raya. Kehadiran tokoh masyarakat seperti Ketua Umum Ormas Jawara Jaga Kampung (Jajaka) Nusantara HK Damin Sasa dan Presiden Facebooker Ebong Hermawan turut memperkuat suara desakan agar KDM menghormati pers sebagai salah satu pilar demokrasi.


Pernyataan KDM adalah kemunduran bagi upaya membangun ekosistem informasi yang sehat dan akuntabel. Ketika seorang pemimpin publik sekelas Gubernur menyarankan masyarakat untuk berpaling dari media profesional, ini secara implisit mengajak pada ketidakpercayaan terhadap informasi yang terverifikasi dan berimbang. Ironisnya, di tengah banjir informasi hoaks dan disinformasi, peran media profesional menjadi semakin krusial sebagai penjaga kebenaran dan alat kontrol sosial.


Desakan agar Kang Dedi Mulyadi segera mengklarifikasi dan menarik pernyataannya bukan sekadar tuntutan, melainkan sebuah seruan untuk kembali pada akal sehat dan penghargaan terhadap peran fundamental pers. Jika statemen semacam ini dibiarkan begitu saja, maka tidak tertutup kemungkinan akan ada kepala daerah lain yang terpengaruh dan pada akhirnya akan melemahkan kerja-kerja jurnalistik, yang berujung pada kerugian bagi masyarakat luas. Masa depan demokrasi yang sehat sangat bergantung pada pers yang kuat, independen, dan dihormati. KDM harus memahami hal ini, dan bertindak sesuai dengan kapasitasnya sebagai pemimpin yang bertanggung jawab. ***(AS jbr)

Post a Comment

0 Comments