Ciamis, LH
Puluhan nasabah BMT Miftahussalam Handapherang, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, terus mempertanyakan dan memperjuangkan hak mereka atas dana simpanan yang belum dikembalikan oleh pengelola koperasi syariah tersebut. Pada Jumat (16/5/2025). Sebanyak 56 orang nasabah kembali menggelar pertemuan di Desa Dewasari untuk menyusun langkah strategis lanjutan.
Dari hasil rekapitulasi terbaru, jumlah dana yang belum dikembalikan mencapai Rp7.460.753.825 yang tersebar dalam 532 rekening. Jumlah ini meningkat dari data sebelumnya sekitar Rp7,2 miliar. Para nasabah mengaku bahwa data tersebut mereka kumpulkan secara mandiri karena tidak mendapat informasi resmi dari pihak pengelola BMT."Kami sudah coba berbagai cara, dari somasi hingga audiensi, tapi belum ada itikad baik dari pengelola untuk mengembalikan uang kami," ucap Daryaman.
Permasalahan keuangan BMT Miftahussalam mulai muncul sejak tahun 2022. Saat itu, pencairan dana nasabah mulai dilakukan secara bertahap. Beberapa mantan pengurus menyebutkan bahwa kebangkrutan koperasi disebabkan oleh lemahnya manajemen serta ketidakharmonisan antara pengurus dan pengawas internal.
Daryaman menyebut, kerugian nasabah sangat bervariasi. “Ada yang hanya menabung Rp20 ribu pun tak bisa diambil, apalagi yang tabungannya mencapai Rp1,5 miliar. Bahkan ada madrasah yang kehilangan hingga Rp.500 juta,” ungkapnya.
Pada 9 Maret 2025, pihak pengelola BMT sempat menyatakan kesiapannya untuk mengembalikan dana nasabah melalui tiga skema dari pembayaran debitur macet, hasil penjualan aset, atau penyerahan aset dengan nilai yang disepakati. Namun, nasabah menilai skema tersebut tidak memberikan kejelasan waktu pengembalian.
Sebagai langkah lanjutan, para nasabah menuntut keterbukaan data dari pengelola, termasuk informasi kepengurusan, daftar lengkap nasabah, rincian nasabah bermasalah, serta data aset milik BMT. Namun hingga saat ini, permintaan tersebut belum direspons.
Melihat tidak adanya kejelasan, para nasabah kini berencana mengambil langkah hukum dan politik. Mereka akan mengajukan audiensi dengan Bupati dan DPRD Ciamis, serta melaporkan kasus ini ke Polres Ciamis, Gubernur Jawa Barat, dan Kementerian Koperasi dan UKM. Jika tak ada titik terang, aksi unjuk rasa menjadi pilihan berikutnya.pungkasnya.(ADE ARIS)*****
0 Comments