Kota Dumai (Riau), LHI
Sidang praperadilan dengan perkara nomor : 1 /Pid.Pra/2025/PN Dum telah di putus oleh Taufik Abdul Halim Nainggolan SH sebagai hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Kelas IA Dumai pada hari Selasa (06/05/2025).
Putusan itu menolak permohonan praperadilan dengan alasan anasir hukum publik atau hukum privat yang menjadi konstruksi perbuatan pemohon tidak patut menjadi yurisdiksi praperadilan.
Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan di ruang sidang Sri Bunga Tanjung sekitar pukul 11.30 WIB disebutkan bahwa berdasarkan keterangan saksi pada sidang sebelumnya telah bersesuaian dan diketahui fakta, benar ada pekerjaan yang dikerjakan pemohon (DY) praperadilan dan Sukaryo alias Aping (pelapor). Dan pekerjaan itu telah diselesaikan untuk PT Pertamina dan juga telah dipergunakan oleh PT Pertamina.
“Dengan telah selesainya pengerjaan proyek di PT Pertamina, telah pula dilakukan upaya penagihan dan saat ini pembayaran sedang dinegosiasikan dengan pihak Pertamina", sebut Hakim.
Lebih lanjut urai hakim praperadilan dalam pertimbangannya, atas telah selesainya pekerjaan tersebut belum ada dilakukan pembayaran oleh PT Pertamina UP II Dumai kepada pelaksana pekerjaannya.
Bahwa berdasarkan pertimbangan, yang satu sama lain telah saling bersesuaian, maka hakim praperadilan menilai sebagai berikut :
1. Bahwa seluruh alat bukti yang diajukan oleh pemohon praperadilan pada umumnya relevan untuk membuktikan bahwa rangkaian perbuatan pemohon praperadilan dalam perkara a quo, lebih bersifat keperdataan dan bukan menjadi ranah pidana.
2. Bahwa pada pokoknya tidak satupun alat bukti yang dikemukakan pemohon praperadilan tersebut yang dapat menganulir fakta bahwa dalam tingkat penyidikan, penetapan pemohon praperadilan sebagai tersangka oleh termohon praperadilan, telah memenuhi minimal 2 (dua) alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
“Bahwa meskipun tugas untuk menentukan suatu perbuatan merupakan tindak pidana atau bukan ada pada fungsi penyelidikan, pemeriksaan. Bahwa suatu peristiwa bukan tindak pidana tetap dilakukan pada proses seterusnya mulai dari penyidikan, penuntutan hingga persidangan di pengadilan,” ungkap hakim praperadilan dalam pertimbangan putusannya.
Kuasa hukum Pemohon Mastiwa SH dan kawan - kawan, setelah mendengar putusan menyampaikan sangat menghargai putusan hakim praperadilan ini karena telah mengungkap tabir perkara yang pada dasarnya adalah ranah keperdataan. Tapi karena bukan yurisdiksi praperadilan maka menerima atau menolak itu adalah hak hakim yang tidak bisa di interpensi oleh pihak manapun.
Kendati demikian agar berimbangnya penegakkan hukum, maka berdasarkan putusan praperadilan dalam perkara ini, Penasihat Hukum DY, Mastiwa SH, Noor Aufa SH dan Ronald WA Sitompul SH telah pula mengajukan surat kepada Kepala Seksi Tindak Pidana Umum pada Kejaksaan Negeri Dumai perihal Mohon Dikaji Ulang Perkara Pidana atas nama tersangka Defrizal Yopianto dalam tahap Pra Penuntutan.
“Semoga proses upaya penegakan hukum terhadap klien kami DY dapat dilakukan dengan terang dan jelas sehingga terhindar dari pandangan subyektifitas belaka", ungkap Mastiwa usai sidang putusan.*SNst
0 Comments