Banjar,LHI
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan supervisi kepada jajaran pemerintah Kota Banjar dan Anggota DPRD Kota Banjar, Jawa Barat, terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi, Jumat (8/11/2024).Supervisi tersebut disampaikan melalui rapat koordinasi pemberantasan korupsi terintegrasi di lingkungan pemerintah kota Banjar.
Pada momen tersebut Kepala Satgas Koordinasi dan Supervisi KPK RI Arif Nurcahyo mewanti-wanti kepada anggota DPRD Kota Banjar 2024-2029 dan jajaran pemerintah pemkot untuk tidak bermain-main dengan korupsi.
Arif mengatakan, supervisi upaya pencegahan korupsi tersebut dilakukan sebagai bentuk pencegahan dini terhadap tindak pidana korupsi.
Menurutnya peserta yang merupakan anggota DPRD 2024-2029 yang baru menjabat itu perlu diberikan pemahaman terkait pencegahan dan juga jenis-jenis tindak pidana korupsi.
Sehingga diharapkan selama menjabat 5 tahun ke depan mereka dapat menjaga amanah dengan baik. Akuntabel dan bebas dari tindak pidana korupsi.“Karena ini masih baru agar ada pemahaman minimal bisa menghindari dan mencegah. Korupsi ini terjadi karena ada niat dan kesempatan,” ujar Arif.
“Supervisi ini juga kami lakukan di lembaga eksekutif sebagai upaya kita melakukan pencegahan. Supaya peristiwa yang pernah terjadi di Kota Banjar itu tidak terjadi lagi,” tambahnya.
Celah Paling Rawang Korupsi di Pemkot dan DPRD
Sejumlah celah yang rawan penyalahgunaan dan biasa dilakukan dalam tindak pidana korupsi di antaranya sektor pengadaan barang dan jasa. Baik itu melalui mark up, pengurangan spek dan bentuk lainnya.
“Gratifikasi dan penyuapan di sektor pengadaan barang dan jasa masih menjadi rating pertama dalam kasus korupsi yang ditangani oleh KPK dan APH,” katanya.
Ia mengingatkan kepada anggota DPRD agar dalam membuat dana pokir atau pokok pikiran aspirasi dari masyarakat harus sesuai dengan visi misi. Baik dari pemerintahan, rencana kerja perangkat daerah atau RKPD dan RPJMD.
Hal ini karena ada juga dana pokir yang tidak selaras dengan visi misi dari pemerintahan. Bahkan rencana kerja perangkat daerah atau RKPD dan RPJMD. Hal ini berpotensi untuk terjadinya tindak pidana korupsi.
“Jadi ada pokir yang tidak sesuai dengan RKPD dan RPJMD. Bahkan ada pokir yang diusulkan sendiri, dilaksanakan sendiri, diawasi sendiri dan dinikmati sendiri. Itu jelas-jelas menjadi sebuah potensi dari tindak pidana korupsi,”pungkasnya.(ADE ARIS/JASMAR)
0 Comments