Meranti LHI
Bupati
Kepulauan Meranti Irwan Nasir didapuk menjadi narasumber dalam program
Bincang-bincang Otonomi Daerah (otda) yang dipandu langsung oleh mantan Dirjen
Otonomi Daerah Kemendagri Prof Djohermansyah Djohan di Jakarta, Jumat
(28/8/2020).
Program
diskusi publik itu sendiri dalam rangka bedah buku berjudul, Koki Otonomi Kisah
Anak Sekolah Pamong karya Djohermansyah. Buku tersebut diterbitkan oleh Kompas
Gramedia."Kami menghadirkan Pak Irwan Nasir Bupati Kepulauan Meranti Riau
yang dalam catatan otonomi daerah perkembangannya sangat baik," ungkap
Djohermansyah memulai diskusi yang disaksikan puluhan orang tersebut.
Dia
pun meminta Irwan menceritakan pengalaman hampir 10 tahun menjadi Bupati.
"Dua kali beliau terpilih jadi Bupati itu tudak mudah. Tentu banyak
pengalaman yang menarik didiskusikan," tambah dia.
Bupati
Irwan pula memulai kisahnya dengan perjuangan pemekaran Meranti. Menurutnya,
sebelum pemekaran prosentase kemiskinan mencapai 43 persen lebih. Padahal
Meranti berada di Provinsi Riau, provinsi kedua terkaya di Indonesia.
"Melihat
fakta itulah tokoh-tokoh Meranti baik di dalam maupun di luar daerah seperti
Batam, Pekanbaru dan Jakarta akhirnya mendorong pemekaran hingga akhirnya
Meranti menjadi daerah otonomi baru akhir tahun 2009 dan melaksanakan pilkada
tahun 2010," kenang dia.
Saat
mengikuti pilkada, cerita Irwan, dirinya menjabat Kabid Pajak di Dinas
Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Kepri. Sementara Meranti berada dalam
wilayah Provinsi Riau. Ketika itu ada lima pasangan calon yang ikut pilkada,
namun takdir Allah menentukan Irwan meraih suara terbanyak meskipun usianya
paling muda dari pasangan calon lain.
Lalu,
apa langkah pertama yang dilakukan Irwan ketika terpilih? Tanya Djohermansyah.
Irwan mengaku dirinya sudah mengidentifikasi bahwa akar dari masalah kemiskinan
itu adalah aksesibilitas. Baik itu akses antardesa, akses ke sumber-sumber
ekonomi, akses memperoleh pendidikan, kesehatan, layanan pemerintahan dan akses
mendapatkan modal.
"Yang
pertama tentu akses jalan antardesa dan ke pusat-pusat kegiatan ekonomi
masyarakat terutama pasar yakni ke ibukota kabupaten. Infrastruktur jalan ini
terus kita bangun setiap tahun secara masif," papar Irwan.
Lalu,
bagaimana dengan kegiatan ekonomi masyarakat? Irwan mengaku dirinya melihat
potensi daerah adalah potensi yang ada dalam masyarakat. Saat itu dia melihat
sagu sebagai potensi meskipun pada kenyataannya sagu tidak diperhatikan sebagai
komoditi pangan oleh banyak pihak pada waktu itu."Kami terus mendorong
potensi sagu ini mulai dari pengembangan budidaya pembibitan, perkebunan,
membuka akses pasar dan promosi dalam skala lebih luas dan berkelanjutan,"
cerita Irwan.
Alhamdulillah,
sambung Irwan, komoditi sagu semakin diterima secara nasional. Bahkan Meranti
juga berhasil meluncurkan sekitar 360 aneka produk pangan olahan sagu hingga
mendapatkan rekor Muri. Bahkan kini, Bulog juga sudah bersedia membeli tepung
sagu berkat lobi-lobi yang dilakukan Pemkab Meranti.
"Tiap
tahun APBD kita pada kisaran 1 triliun sampai 1,5 triliun. Namun transaksi sagu
kita yang dijual keluar daerah mencapai 2 triliun rupiah per tahun. Ini potensi
ekonominya signifikan dalam mendorong perputaran uang di daerah,"
tegasnya.
Irwan
menambahkan, upaya mendorong perkembangan sektor pertanian dan perkebunan
lainnya seperti padi, kopi, dan kelapa juga turut membantu pihaknya menekan
angka kemiskinan. Selain itu juga didorong upaya pengembangan nelayan budidaya
dan peternakan.
"Kita
sangat bersyukur dalam 10 tahun ini angka kemiskinan dibawah 28 persen,"
kata Irwan.
Hal
itu pun dikomentari Prof Djohermansyah sebagai satu pencapaian luar biasa.
"Biasanya butuh dua puluhan tahun untuk menekan hingga 20 persen angka
kemiskinan itu," ungkap dia.
Di
akhir diskusi, Irwan menjelaskan otonomi adalah berkah bagi kemajuan daerah
bila semua pihak bisa bekerjasama mengangkat potensi yang ada. (ADV/ RAMLI ISHAK)****
0 Comments