Jakarta –LHI
Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga
Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke. S.Pd, M.Sc, MA, sangat menyayangkan
dan mengecam setiap tindakan yang bernuansa teror terhadap wartawan. Lebih
memprihatinkan lagi jika hal tersebut dilakukan oleh pekerja media terhadap
sesama jurnalis yang bekerja di media lain. Salah satunya adalah yang dilakukan
oleh lulusan UKW yang menjabat sebagai penanggung jawab media online intisarinews.co.id
yang menteror dengan mengancam melaporkan ke polisi wartawan PPWI Lampung Utara
atas pemberitaan yang melibatkan media tersebut.
“Setiap pekerja
media harus memahami benar UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Kalau keberatan
tentang suatu pemberitaan oleh sebuah media, maka setiap orang harus
menggunakan mekanisme yang disediakan oleh Pasal 1 ayat (11), (12), dan (13) jo
pasal 5 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Pers. Jadi, kalau ada pimred sebuah
media justru mengancam lapor polisi, dia tidak layak menjadi pimpinan redaksi,”
jelas Wilson Lalengke melalui pesan WhatsApp-nya ke redaksi media ini, Minggu,
19 Juli 2020.
Yang
bersangkutan, kata Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, wajib
mempelajari dan memahami Undang-Undang Nomor. 40 tahun 1999 tentang Pers
sebelum melakoni kerja-kerja di bidang jurnalisme dan publikasi media massa.
“Apalagi untuk jadi pimpinan redaksi, dia akan menjadi teladan bagi karyawan
dan para pekerja medianya, dia wajib mengerti benar tentang dunia pemberitaan
dan peraturan perundangannya. Jika tidak, dia akan bersikap dan bertindak
tabrak sana tabrak sini seperti preman jalanan,” imbuh Wilson yang dikenal
sangat gencar mengkritik para pihak yang mengganggu dan menghalangi pekerja
jurnalistik dalam melaksanakan tugasnya.
Untuk diketahui,
beberapa hari lalu, wartawan PPWI yang juga Pengurus DPC PPWI Lampung Utara, Nopriyanto,
mempublikasikan sebuah berita tentang indikasi penyelewengan keuangan negara
dalam program pembangunan di SMAN Bhakti Mulya, Kecamatan Bunga Mayang,
Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. Rentetan berita terkait dugaan
penyelewengan itu ditayangkan di media online lintashukum-indonesia.com
pada tanggal 12 hingga 16 Juli 2020 (1).
Kepala SMAN
Bhakti Mulya tersebut, Vivi Evita Rozalifa, kemudian membuat berita
bantahan dan atau koreksi yang dimuat di media intisarinews.co.id (2). Pemuatan
berita di media ini tentunya tidak masalah di era media online saat ini
mengingat setiap orang dengan mudah dapat mengakes ruang publikasi bagi
kepentingan masing-masing di media mana saja sesuai keinginan.
Sebagai respon
atas bantahan itu, Nopriyanto selanjutnya membuat artikel yang mempertanyakan
pemuatan berita bantahan di media intisarinews, bukan di media
lintashukum-indonesia.com (3). Satu hal yang wajar saja jika pemuatan sebuah
bantahan dilakukan melalui media lainnya dipertanyakan. Namun, penanggung jawab
dan pimpinan redaksi intisarinews.co.id, Riski Putri Fersi Bakoring, S.Pd
bersama Fran Klin Dilano menjadi berang atas pemberitaan tentang
pemuatan berita bantahan Kepsek itu.
Oleh karena itu,
Wilson merasa heran mengapa diskusi pemikiran antar jurnalis antar media
dipersoalkan. Apalagi jika hal tersebut harus menjurus ke perilaku
kriminalisasi jurnalis menggunakan Undang-Undang Hukum Pidana. “Apanya yang
perlu dipersoalkan? Pencemaran nama baik? Apanya yang dicemarkan? Ah, terlalu
mengada-ada. Kalau hati terlalu sensi tak terkendali, jangan jadi pekerja media
yaa,” ujar Wilson yang juga menjabat sebagai Ketua Persaudaraan
Indonesia-Sahara-Maroko (Persisma) ini.
Melihat profil
kedua pejabat teras media intisarinews.co.id ini, mereka adalah jebolan UKW
utama dan muda asuhan Dewan Pers. Dari fakta itu, publik tentunya dapat menilai
kualitas hasil binaan lembaga Dewan Pers tersebut melalui program UKW illegal
yang dilaksanakannya selama ini. Semoga fenomena rendahnya kualitas para
pengelola media intisarinews.co.id lulusan UKW itu menjadi evaluasi dan
perbaikan diri bagi lembaga yang dibangga-banggakan oleh segelintir organisasi
pers komprador yang selama ini bernaung di bawah ketiak Dewan Pers.
Sesuai
perundangan yang ada, jika pimred media intisarinews.co.id merasa ada yang
kurang pas dari pemberitaan yang dilakukan teman sejawatnya di media lain, yang
bersangkutan dengan mudah dapat memuat bantahan dan koreksi berikutnya. “Bukan
dengan marah-marah dan mengancam lapor polisi. Kalau akal-pikiran masih
sejengkal, hanya mengandalkan otot bukan otak, sebaiknya orang itu cari
pekerjaan lain saja yang hanya membutuhkan otot, bisa mencangkul di sawah,
panjat kelapa, atau kuli bangunan. Kalau wanita, yaa jadi pembantu rumah
tangga. Ini dalam konteks penggunaan otot yaa, bukan soal membandingkan
pekerjaan ini lebih baik dan yang jelek,” urai lulusan pasca sarjana Global
Ethics dari Birmingham University, Inggris itu. (APL/Red)
0 Comments