Lampung
Utara,LHI
Diduga
lolosnya sejumlah temuan BPK-RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia)
perwakilan Lampung tahun 2018 itu, karena adanya "Upeti" apabila
kabupaten ingin mendapatkan penghargaan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari
BPK, daerah wajib menyerahkan uang sebesar Rp.1,5 miliar.
Mengutip apa
yang disampaikan radarlampung.co.id tertanggal 20 Maret 2020 lalu, ketika
digelarnya persidangan suap fee proyek Lampung Utara yang melibatkan Bupati Non aktif, Agung Ilmu Mangku Negara.
Kala itu
Desyadi Kepala BPKAD Lampura yang diminta keterangan sebagai saksi membeberkan
dipersidangan Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Tanjungkarang, Bandarlampung,
Senin (30/3) lalu.
Desyadi menjelaskan pada tahun 2016 saat akan ada
audit BPK ia mendapat penyampaian jika Lampung Utara harus mendapat predikat
WTP, tanpa pengecualian.“Itu disampaikan oleh Bupati (Agung, red) saat rapat
bersama bahwa bagaimana pun Kab. Lampura harus mendapatkan WTP. Setelah itu
kami dengan Kabid BPKD rapat hal itu dan memerintahkan Wahyu Guntoro Kabid
Akuntasi BPKA untuk koordinasi ketua Tim BPK,” ujar Desyadi.
Sementara
itu, terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara membantah langsung pernyataan dari
Desyadi terkait adanya dirinya memerintahkan untuk menyerahkan sejumlah uang ke
pihak BPK sebesar Rp.1,5 miliar.“Saat itu saya tidak ada menyampaikan
penyerahan uang. Saya hanya bilang untuk tertib administrasi dan keuangan,”
tegas Agung.
Kuat dugaan
diraihnya Predikat atau opini WTP sebanyak empat kali
berturut-turut, mulai tahun 2016; 2017; 2018 dan 2019 yang diterima
Kabupaten Lampung Utara di bawah kepemimpinan Bupati Lampura, hasil suap.
Tidak hanya
radarlampung.co.id yang melangsir adanya mahar untuk mendapatkan WTP. Hal yang
sama dilangsir TRIBUNLAMPUNG.CO.ID Rabu (13/5/2020) lalu, terungkap nya adanya
mahar untuk mendapatkan WTP, bagian isi kutipan berita,
Setelah
Kasubid Pembukuan BPKAD Wahyu Buntoro dicecar pertanyaan oleh JPU KPK Taufiq
Ibnugroho dalam persidangan teleconference suap fee proyek Lampung Utara.
Wahyu
menuturkan Pemerintah Kabupaten Lampung Utara menyandang status opini Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP) dari 2015 hingga 2017"Apakah anda memberikan
sejumlah uang kepada BPK Lampung?" tanya Taufiq tanpa basa basi.
"Di
tahun 2017 ada komunikasi, saya diperintah pimpinan saya Desyadi untuk
komunikasi dengan BPK agar laporan keuangan bisa WTP," jawab Wahyu.
Wahyu pun
mengatakan komunikasi ke BPK agar dapat opini WTP lantaran ketidakpercayaan
Kepala BPKAD Desyadi atas pemeriksan yang dilakukan oleh Ketua Audit BPK
Lampung Frengki Harditama.
Jadi wajar
saja jika temuan BPK tahun 2018 terkesan tidak ditindaklanjuti Tim Auditor itu
sendiri, sehingga upaya pengembalian uang dalam kas daerah diduga tidak ada,
sebagaimana data dihimpun dari sumber
yang dapat dipercaya.
Adanya
temuan BPK tahun 2018 dibeberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten
Lampung Utara, dimana penggunaan anggaran tidak sesuai mekanisme serta aturan
yang telah ditetapkan, mulai dari dana hibah hingga kelebihan saat pembayaran
bahkan adanya tumpang tindih perjalanan dinas, sebagaimana tertuang dalam LHP -
BPK perwakilan Lampungdengan Nomor : 29A/LHP/XVIII.BLP/05/2019 tertanggal 24
Mei 2019. Yang terkesan masuk kedalam "Peti Es."
Seperti
disampaikan, SutriwiyonoSekretaris Kwarcab Gerakan Pramuka (KGP) yang juga
sekaligus merangkap sebagai Sekretaris KONI (Komite Olahraga Nasional
Indonesia) Lampung Utara (Lampura) yang berani menepis hasil audit BPK.
Seputar
dugaan adanya temuan hasil audit BPK yang didalamnya ada daftar penerima hibah
tahun anggaran 2018 yang belum menyampaikan laporan penggunaan hibah.
Sejak saat
itu hingga kini pihaknya belum ada pemberitahuan, kalau pun ada pemberitahuan
sudah pasti saya komplin ketika itu, tegas Sekretaris KGP Lampura. Kamis
02/07/2020. Usai melaksanakan rapat
internal di Gedung Pramuka Sukung Kelapa Tujuh. (NOP)***
0 Comments