Pekanbaru, LHI
Wartawan MNCtv Pekanbaru, Riau yang
ditendang, dianiaya, disekap, dirampas kameranya saat meliput bentrokan
berdarah antara warga Gondai versus ratusan security PT Nusa Wana Raya (NWR)
akhirnya resmi melapor di Sentral Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Mapolda
Riau Jalan Sudirman Pekanbaru, Rabu (5/2/2020) sekitar pukul 16.35 WIB.
Puluhan wartawan rekan-rekan
seprofesinya dengan penuh simpati dan rasa solidaritas tinggi mengantar
rekannya Indra untuk membuat laporan atas penganiayaan, perampasan kamera.
Sejumlah wartawan mengutuk keras aksi brutal oknum security NWR (perusahaan
HTI) terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik.
Sejumlah wartawan rekan Indra
memberi dukungan dan rasa solidaritas sesama wartawan. PT NWR adalah sebuah
perusahaan penyedia kayu hutan tanaman industri mitra dari anak perusahaan
produksi kertas yaitu PT. Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) di
Kabupaten Pelalawan Riau.
Sejak sepekan belakangan ini,
ratusan aparat Polhut Dinas LHK Riau, security PT NWR ditugaskan oleh atasannya
untuk mengeksekusi, menumbang tanaman sawit masyarakat Desa Gondai Kecamatan
Langgam Kabupaten Pelalawan Riau seluas 3.323 hektare kerjasama dengan PT
Peputra Supra Jaya (PT PSJ). Eksekusi itu atas putusan Mahkamah Agung (MA)
mengembalikan lahan itu ke negara cq Dinas LHK Riau.
Hal ini mendapat perlawanan sengit
dari warga tempatan yang tak sudi tanaman penopang utama kehidupannya
dimusnahkan. Terjadi perlawanan sengit dan bentrok berdarah di kedua belah
pihak. Warga memukul mundur petugas dengan serangan lempar batu, bawa kayu dan
senjata tajam. Satu mobil double cabin putih di lapangan dirusak, tiga alat
berat perusahaan dibakar massa yang mengamuk.
Mengupas isi dari sejarah sebelumnya
tahun 1998 lalu, warga anak kemenakan Batin Palabi di kawasan ini dulu demo ke
Kanwil Kehutanan Riau diterima Kakanwil Departemen Kehutanan Provinsi Riau Ir
Hertiarto di Jalan HR Soebrantas Panam Km 9 Pekanbaru.
Menurut informasi dari sumber
petugas berwenang, saat terjadi demo 1998 itu warga dan ninik mamak Batin
Palabi menyodorkan peta kepemilikan hutan ulayat 29 batin Pelalawan kepada Ir
Hertiarto berdasarkan peta Statblad Belanda tahun 1932 Nomor 135. Akhirnya
dalam pertemuan segitiga Kakanwil Kehutanan Riau-PT NWR-warga tempatan mengakui
kepemilikan lahan Batin Palabi Pelalawan ini dengan tanda tangan dan memberikan
fee penyertaan saham dari perusahaan kepada batin. Anehnya kata sumber yang
minta tak disebutkan namanya, dulunya NWR mengakui lahan batin Palabi, tapi
sekarang kenapa lahan Batin Palabi ini dieksekusi.
Peta Stadblaat Belanda tahun 1932 No
135 bahwa Pemerintah Belanda mengakui itu lahan ulayat Batin Palabi. Dan UUD 45
pasal 18B mempunyai kekuatan hukum lahan ulayat ini diakui negara."Dulu
tahun 1998 saat warga demo ke Kanwil Kehutanan Riau Kakanwilnya Ir Hertiarto
mengakui itu lahan Batin Palabi dan perusahaan mengakui juga saling teken
pengakuan bahkan beri fee penyertaan saham 2 persen untuk batin dan pembuatan
kebun transmigrasi 4.000 ha. alokasi lahan transmigrasi 70 : 30 artinya 70
persen lahan transmigrasi untuk warga tempatan dan 30 persen untuk pendatang.
Kayu alam dulunya sudah ditumbang, tapi lahan transmigrasi 4.000 ha tak kunjung
dibuat NWR," jelas narasumber.
Perusahaan yang merasa memiliki
lahan di sini harus membuktikan proses pengukuhan kawasan Hutan Produksi Tetap
Teso Nilo berdasarkan SK 903/2016 dan ini diyakini instansi terkait di Riau
takkan bisa menunjukkan SK Penetapan Hutan Produksi Tetap Teso Nilo. Karena
perusahaan beroperasi di atas kawasan Hutan Produksi Tetap Teso Nilo yang belum
ada kepastian hukum di lapangan.
Karena belum ada tata batas temu
gelang sesuai Perintah Pasal 14 dan Pasal 15 UU No 41/1999 tentang Kehutanan,
PP No 44/2004 dan Permenhut No 62/2013 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan.
Humas PT NWR, Abdul Hadi yang
dikonfirmasi dimintai penjelasannya masalah eksekusi ini baru-baru ini berjanji
akan jumpa dengan awak media untuk memberi keterangan, namun sampai
sekarang belum juga memberikan keterangan kepada pers. * ( TIM )
0 Comments