Jakarta,
LHI
Panitia seleksi calon pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid V telah merelease dari 376 orang pendaftar
calon pimpinan KPK, sebanyak 192 dinyatakan lulus seleksi administrasi, 4 orang
diantaranya mengundurkan diri.
Selanjutnya dari 188 peserta yang
mengikuti uji kompetensi hanya 104 peserta yang dinyatakan lulus. Dan pada 28
Juli 2019, para peserta telah melakukan tes psikologi yang hasilnya akan
diumumkan pada hari Senin 5 Agustus 2019.Diantara 104 peserta capim KPK
tersebut terdapat nama Dr. Johanis
Tanak, SH, M.Hum. perwakilan dari Kejaksaan Agung RI.
Johanis baru saja
meraih gelar Doktor pada bulan Juni lalu dengan predikat sangat memuaskan dari
Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya dengan Disertasinya yang berjudul
Kontrak Kerjasama Operasi (KSO) dalam Pekerjaan Jasa Konstruksi Milik Badan
Usaha Milik Negara (BUMN)
Johanis yang ditemui
wartawan di sela kesibukannya selaku Direktur Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung
RI, mengaku sejak kecil sudah tertarik dengan bidang hukum dari profesi ayahnya
sebagai penegak hukum di Polri. Jebolan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin,
Makassar ini kemudian mengadu nasib di Ibu Kota Jakarta untuk mengejar
cita-citanya bergelut di bidang hukum.
Johanis memulai
karirnya sebagai jaksa setelah mengikuti proses lamaran kerja yang dilihatnya
melalui iklan koran. Sempat diragukan bakal diterima di Kejaksaan, Johhanis
akhirnya berhasil lolos.
Dengan predikat
sebagai Jaksa Utama Madya (IV/d), Johanis yakin bisa sukses mengabdi sebagai
pimpinan KPK. Sederatan perkara korupsi yang pernah ditangani diantaranya kasus
korupsi restitusi pajak, kasus korupsi yang melibatkan mantan Presiden
Soeharto, kasus korupsi yang melibatkan
Akbar Tanjung yang dikenal dengan sebutan Bulog Gate 1.
Saat menjabat sebagai
Kepala Kejaksaan Negeri Karawang, Johanis pernah menangani perkara korupsi yang
melibatkan 4 Anggota DPRD Karawang. Juga pada saat menjabat sebagai Kepala
Kejaksaan Tinggi Sulteng di Palu pernah menangani perkara korupsi yang
melibatkan Mayjen TNI Pur. Paliudju, mantan Gubernur Sulawesi Tengah.
Saat ini juga Johanis
Tanak aktif menjadi pengajar pada Badan
Diklat Kejaksaan RI dan sering menjadi narasumber terkait masalah Korupsi,
masalah Hukum Administrasi Negara serta Masalah Hukum Perdataan.
Johanis juga aktif
menjadi Pengacara Negara untuk mewakili Instansi/Lembaga Pemerintah, termasuk
mewakili Presiden dalam Perkara Perdata, Perkara Tata Usaha Negara, serta
menangani perkara Judicial review di Mahkamah Konstitusi maupun di Mahkamah
Agung.
Atas dedikasi dan
pengabdian di korps Adhyaksa Johanis telah meraih Penghargaan Satya Lencana
Karya Satya 10 Tahun, Satya Lencana Karya Satya 20 Tahun dan Satya Lencana
Karya Satya 30 Tahun.
Keprihatinan terhadap
praktik korupsi di Indonesia sangat menjadi perhatian Tanak. "Penegakan
korupsi di Indonesia pada dasarnya sudah bagus. Namun, penegakan hukum belum
terlaksana sesuai yang diharapkan dalam masyarakat," ujar Tanak.
Tanak melihat pada
umumnya penanganan korupsi yang dibanggakan para penegak hukum dan masyarakat
adalah ketika ada pelaku yang diduga melakukan tindak pidana korupsi ditangkap
dan ditahan."Padahal seharusnya pencegahan yang diutamakan, karena ratio
legis dari undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah bagaimana
sedapat mungkin uang negara untuk pembangunan negeri ini tidak disalahgunakan
oleh siapapun dengan cara melawan hukum," urainya.
Lebih lanjut
dikatakkannya, apabila uang yang pemanfaatannya diatur dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) digunakan dengan maksimal pasti
pembangunan dan perekonomian negara akan lebih dari negara-negara tetangga
seperti Malaysia dan Singapura.
Tanak merasa
terpanggil untuk membangun negeri ini karena terlalu banyak pelaku-pelaku
tindak pidana korupsi. Uang untuk pembangunan sebagaimana diatur dalam APBN itu
disalahgunakan dengan cara melawan hukum sehingga pembangunan yang diharapkan
tidak tercapai. Ia mencontohkan, banyak izin di lembaga yang prosesnya
gampang dan biaya ringan tapi umumnya dipersulit dengan maksud supaya pemohon
ini akhirnya minta tolong dan mengeluarkan biaya. Terjadilah biaya tinggi yang
juga mempengaruhi perekonomian di Indonesia.
Begitu juga terkait
izin-izin tertentu untuk masuknya investor asing dipersulit sehingga investor
asing tidak jadi masuk. Selain itu, tidak ada jaminan kepastian hukum bagi
investor asing.
Sebenarnya
peraturannya sudah bagus. permasalahannya personil pelaksana dan penegakan
hukum yang tidak benar, sehingga boleh dikatakan tidak ada kepastian hukum di
dalam berusaha di negeri ini. Akibatnya, banyak investor yang tadinya mau
berinvestasi tapi dalam perjalanan keluar karena ekonomi biaya tinggi dan
kepastian hukum di negeri ini tidak ada.
"Oleh karena itu
saya mencoba mendaftar menjadi capim KPK karena ingin membangun negeri ini
melalui penegakan hukum sesuai bidang saya, supaya pembangunan infrastruktur
bisa kita kawal dan bisa terlaksana dengan baik sesuai dengan harapan negara
yang mengeluarkan uang untuk pembangunan itu," pungkasnya.
Menurutnya,
pemberantasan korupsi ini seharusnya diprioritaskan pada upaya pencegahan.
Upaya pencegahan dilakukan dengan memberi pemahaman bahwa pembangunan jika
dihalang-halangi untuk dilaksanakan akan ditindak dengan tegas oleh
Undang-undang Tipikor. Pemahaman ini harus diberikan kepada instansi, lembaga
pemerintah, kementerian para bupati dan gubernur, pejabat pembuat komitmen,
maupun para pengusaha yang bergerak di bidang kontraktor. Untuk jangka
panjangnya, pada lembaga-lembaga pendidikan yang dibentuk pemerintah seperti
IPDN harus diberikan pendidikan tentang pembangunan dan anti korupsi.
Pembangunan,
lanjutnya, perlu dikawal oleh para penegak hukum yang mempunyai kemampuan
pengetahuan umum yang bagus dan pengetahuan ilmu penegakan hukum yang bagus.
Penegak hukum juga harus mempunyai integritas dan kepribadian yang tinggi.
Kalau tiga itu tidak melekat tidak ada gunanya, pasti akan begini terus negara
ini.
Selain konsen
terhadap pemberantasan tipikor, Tanak tak lupa berbagi dengan sesama terutama
anak yatim dan kaum dhuafa. "Saya bisa di Kejaksaan ini dan dapat rezeki
hanya karena Tuhan, sudah selayaknya saya membagi kebahagiaan pada orang-orang
yang memang layak diberikan seperti anak yatim atau kaum dhuafa. Yang tidak
layak itu kita memberikan uang kepada pimpinan untuk mendapatkan jabatan.
Karena tidak ada perintah agama membagi uang kepada pimpinan," tutup
Tanak.
Dilingkungan korps
adhyaksa Tanak dikenal sebagai seorang penegak hukum yang religius, bersih,
berintegritas, berkomitmen, konsisten, cerdas dan disiplin serta tegas dalam
mengemban tugas serta tanggung jawabnya, beliau juga sebagai pehobi offroad Jip
Club dan sangat peduli dengan anak-anak Yatim Piatu.
Semoga Tanak dapat
terpilih menjadi salah satu Pimpinan KPK dan dapat semakin mengharumkan nama
Korps Adhyaksa baik di Indonesia maupun di Dunia. (***)
0 Comments